Seringkali tanpa disadari, sebagian besar kaum muslim pernah bahkan sering memperolok-olok nama Allah, Al Qur'an, serta Rasul. Hal ini sebenarnya bagi mereka hanyalah sebagai bahan lelucon belaka. Padahal, itu jelas-jelas telah menginjak-injak hakikat tauhid dalam Islam yang sesungguhnya.
Tentu kita tidak ingin terjerumus oleh hal-hal yang dianggap sepele tersebut. Dan sadar atau tidak, sungguh itu bukanlah hal yang bisa disepelekan sama sekali, karena di dalamnya mengandung akidah dalam keimanan dan taqwa.
Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…”(QS. At Taubah : 65-66)
Kemudian, terkait dengan hal ini pun diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang berkata "Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur'an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan".
Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al Qur'an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”.
Lalu pergilah Auf kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal tersebut kepada Beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Allah kepada Beliau. Ketika orang itu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya.
Maka berkatalah dia kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah! Sebenarnya kami hanya bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk pengisi waktu saja dalam perjalanan kami”.
Ibnu Umar berkata,”Sepertinya aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata : “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja”.
Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Apakah terhadap Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?”
Hubungan Pembahasan Ini Dengan Tauhid
Hakikat tauhid adalah penyerahan diri, taat, menerima dan mengagungkan Allah Azza Wa Jalla. Sedangkan bersenda gurau dan mengolok-olok Allah, Al Qur'an dan RasulNya, jelas merupakan penentangan, karena tidak menunjukkan suatu pengagungan.
Tauhid berarti kesepakatan, sedangkan mengolok-olok bermakna sebaliknya. Oleh karena itu, sebagian ahli ilmu berkata, bahwa orang kafir terbagi menjadi dua.
Pertama : Mu’ridhun (yang berpaling), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
“Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.”(QS. Al Anbiya : 24)
Kedua : Mu’aaridhun (yang menentang atau membantah), yaitu mereka yang selalu melakukan penentangan dengan berbagai cara untuk memadamkan cahaya Allah. Salah satu bentuk penentangan itu ialah dengan mengolok-olok atau hal-hal serupa lainnya.
Mengolok-olok Allah, Rasul dan Al Qur'an, tidak mungkin keluar dari hati orang yang bertauhid, tetapi keluar menjadi kebiasaan orang-orang munafik atau orang kafir musyrik.
Menurut pendapat yang benar, sebagaimana dikatakan Syaikh Shalih Abdul Aziz Bin Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh dalam kitab At Tamhid Li Syarh Kitab At Tauhid Alladzi Huwa Haqqullah ‘Alal Ibad, beliau mengatakan, yang dimaksud oleh surat At Taubah di atas ialah orang munafik.
Karena ahli tauhid tidak mungkin melakukan senda gurau dengan berolok-olok. Jika dia melakukan olok-olok, maka dapat diketahui, sesungguhnya dia tidak mengagungkan Allah, dan tidak bertauhid, karena mengolok-olok meniadakan pengagungan.
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, Allah telah memberi kabar, bahwa mereka telah kafir setelah beriman padahal mereka berkata, “sesungguhnya kami berbicara kekafiran tanpa ada keyakinan, kami hanya bersenda gurau dan bermain~main saja”.
Allah telah menerangkan, menghina ayat-ayatNya adalah kufur. Perkataan ini, tidak akan terucap kecuali dengan hati lapang mengucapkannya. Karena, kalau di dalam hatinya ada keimanan dan taqwa, tentu seseorang tidak akan mengucapkan perkataan yang mengandung olok-olok tersebut.
Hukum Bagi Muslim Yang Mengolok-Olok Allah, Al Qur'an, Dan Rasul
Barangsiapa yang mencela Allah Azza Wa Jalla atau bersenda gurau ketika menyebut namaNya dan tidak menampakkan penghormatan, atau bersenda gurau dengan mengolok-olok Al Qur'an atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia menjadi kafir, kufur besar, yang berarti keluar dari agama Islam.
Dia menjadi kafir jika mengolok-olok tiga hal tersebut, atau olok-olokannya tertuju kepada tiga hal tersebut. Inilah yang dimaksud dalam bab ini.
Berbeda halnya jika mengolok-olok agama. Mengolok-olok agama terdapat perincian. Jika bersenda gurau dengan agama, maka perlu dilihat yang dimaksudkannya, asal agamanya, ataukah amaliah agama orang yang diolok-oloknya.
Contoh, jika ada seseorang yang mengolok-olok penampilan seorang muslim, padahal penampilan muslim itu berarti mengamalkan Sunnah, apakah dalam hal ini ia telah melakukan olok-olok yang mengeluarkannya dari agama Islam? Jawabnya, tidak. Karena, olok-oloknya ditujukan kepada praktek keagamaan, bukan kepada asal agama.
Dalam hal ini, maka perlu dijelaskan kepadanya, bahwa yang dia olok-olok adalah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika ia telah mengetahui tentang hal itu, kemudian masih juga mengolok-olok, mencela orang yang mengamalkan Sunnah, padahal ia sudah mengetahui dan meyakininya, maka perbuatannya tersebut tergolong mengolok-olok Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tentunya mengeluarkannya dari agama.
Demikian pula jika mengolok-olok dengan kalimat yang kembalinya kepada Al Qur'an atau selain Al Qur'an, juga terdapat perincian.
Singkat kata, jika mengolok-olok Allah, sifat-sifatNya atau nama-namaNya atau mengolok-olok Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau Al Qur'an, maka hal itu merupakan kekufuran.
Jika olok-oloknya bukan kepada tiga hal tersebut, maka dilihat, jika kembali kepada salah satu dari tiga hal itu, maka hal itu adalah kufur besar. Jika tidak, berarti dia telah melakukan perbuatan yang haram, tidak termasuk kufur besar.
Taubat Orang Yang Mengolok-Olok
Ayat 65-66 Surat At Taubah di atas merupakan nash, bahwa mengolok-olok Allah, Rasul dan ayat-ayatNya, maksudnya syariat Allah adalah kafir; tidak diterima udzurnya; meski berkilah hanya bergurau dan bermain-main. Karena mengagungkan Allah dan mentauhidkanNya, mengharuskan seseorang untuk tidak mempermainkan dan mengolok-olokNya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menyebutkan faidah dari dua ayat surat At Taubah tersebut. Di antaranya, taubat orang yang mengolok-olok Allah diterima, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
“Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat),…”(QS. At Taubah : 66)
Dan ini terjadi, diantara orang-orang yang dimaksudkan oleh ayat itu ada yang dimaafkan oleh Allah dan diberi hidayah kepada Islam. Bertaubat dan Allah menerima taubatnya.
Ini merupakan dalil yang kuat, bahwa orang yang mengolok-olok Allah diterima taubatnya. Akan tetapi, harus disertai dengan bukti yang nyata atas ketulusan taubatnya, karena kufur akibat mengolok-olok adalah kekufuran yang sangat berat, tidak sebagaimana kufurnya orang yang berpaling (dari Allah) atau menolak (apa yang datang dari Allah).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Ikrimah berkata : “Ada orang yang termasuk -insya Allah- diampuni berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya aku mendengar suatu ayat yang dimaksud dalam ayat itu adalah aku. Sebuah ayat yang membuat kulit merinding dan hati menjadi takut. Ya Allah, jadikanlah kematianku terbunuh di jalanMu, sehingga tidak ada seseorang yang berkata, bahwa aku telah memandikannya, aku mengafaninya, atau aku menguburkannya’. Maka ia terbunuh pada perang Yamamah, dan tidak seorangpun dari kaum Muslimin menemukan jasadnya”.
Demikian halnya taubat dari mencela rasul. Diterima taubatnya, tetapi wajib dieksekusi (hukum bunuh) setelahnya. Berbeda dengan mencela Allah yang diterima taubatnya tanpa eksekusi. Hal ini bukan karena hak Allah lebih rendah dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi karena Allah mengabarkan berkenaan dengan hakNya, bahwa Dia mengampuni semua dosa. Sedangkan mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkaitan dengan dua hal.
Pertama : Merupakan perkara syar’i. Kaitannya Muhammad sebagai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari sisi ini jika bertaubat, ia diterima taubatnya.
Kedua : Perkara pribadi. Ini berkaitan, bahwa Muhammad sebagai utusan. Dari sisi ini, wajib mengeksekusinya karena berkenaan dengan hak Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah bertaubat, dilaksanakanlah hukuman mati, dan orang mengolok-olok tersebut tetap seorang sebagai muslim; dia dimandikan, dikafankan dan dishalatkan. Jasadnya ditanam di pekuburan muslimin.
Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau telah menulis tentang hal ini dalam bukunya Sharim Al Maslul Fi Hukmi Qotli Sabbi Rasul atau Ash Sharim Al Maslul ‘Ala Syatmi Ar Rasul.
Al Qur'an telah menerangkan, iman di dalam hati mengharuskan adanya perbuatan zhahir yang sesuai dengannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
“Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kamipun taat”. Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya, agar Rasul mengadili di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, (maka) mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit; atau (karena) mereka ragu-ragu, atau (karena) takut kalau-kalau Allah dan RasulNya berlaku zhalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan "Kami mendengar dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(An Nur : 47-51)
Disini iman dinafikan dari orang yang berpaling dari ketaatan kepada Rasul, dan Allah memberi kabar, bahwa orang-orang mukmin jika diseru kepada Allah dan Rasul-Nya supaya Rasul memutuskan perkara di antara mereka, mereka mendengar dan menaatinya. Dengan demikian, Allah menerangkan bahwa ini termasuk kewajiban iman.
Maka dari itu, hendaklah kita menjaga lisan. Sesungguhnya ia merupakan salah satu anggota tubuh yang paling berbahaya dan kebanyakan orang meremehkanya. Hindari perkataan tidak bermanfaat bagi diri, khususnya berkaitan dengan agama, ilmu, wali Allah, para ulama, sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam atau tabi’in.
Karena bisa jadi akan membesarkan fitnah yang terjadi. Hendaklah kita senantiasa merasa khawatir tehadap diri kita, seperti halnya para salaf yang senantiasa khawatir terhadap diri mereka, sebagaimana yang dikhabarkan oleh Ibnu Abi Mulaikah, katanya : “Aku telah menemui tiga puluh orang sahabat Rasulullah dan semuanya takut kalau kemunafikan menimpa diri mereka”. Allahu musta’an.
Kesimpulan :
1. Orang yang dengan sengaja bersenda-gurau dengan memperolok-olok nama Allah, ayat-ayatNya atau Rasulullah, adalah kafir.
2. Sama saja apakah yang mengolok-olok itu orang munafik atau bukan, dia menjadi kafir karena perbuatan itu.
3. Terdapat perbedaan antara perbuatan menghasut dan setia kepada Allah dan RasulNya dalam masalah ini. Bahwa melaporkan perbuatan orang-orang fasik kepada waliyul amr untuk mencegah mereka, tidak termasuk perbuatan menghasut, tetapi termasuk kesetiaan kepada Allah, RasulNya, pemimpin umat Islam dam kaum Muslimin seluruhnya.
4. Perbedaan antara sikap memaafkan yang dicintai Allah dengan sikap keras terhadap musuh-musuh Allah.
5. Tidak semua permintaan maaf mesti diterima, ada juga permintaan maaf yang harus ditolak.
Sumber : edho-sikumbang.blogspot.com
Oleh : Ustadz Abu Nida` Chomsaha Sofwan
0 comments:
Post a Comment